Salah satu masalah perkembangan pada early adolescence 10 – 15 tahun adalah seringnya remaja merasa tertekan, mudah tersinggung, uring-uringan, kesal, yang disebut sebagai bad mood. Kebanyakan kita pasti pernah merasakannya dalam hidup sehari-hari, namun suasana hati ini lebih sering dialami oleh remaja usia 10-15 tahun disebabkan aktivitas hormon, ketidak seimbangan perkembangan sistem saraf, juga tekanan dari situasi sehari-hari. Dalam tulisan ini penulis akan menjelaskan bagaimana bad mood terjadi, faktor penyebabnya, dan bagaimana yoga dapat membuat remaja awal berdamai dengan itu, terutama saat menjalani kegiatan serba online di masa pandemi.
Pubertas & Perkembangan Sistem Saraf
Masa remaja awal ditandai dengan Pubertas, sebuah momen penting dimulainya proses menuju kematangan sistem reproduksi dan kedewasaan. Pubertas dipicu oleh aktivitas hormonal yang menyebabkan perubahan pada tubuh fisik remaja. Hormon estradiol pada perempuan dan testosteron pada laki-laki adalah senyawa yang memicu munculnya ciri-ciri kematangan seksual pada fisik remaja awal. Di antara ciri-ciri tersebut adalah bertambahnya tinggi dan berat badan, munculnya rambut di bagian-bagian tubuh tertentu, pembesaran payudara dan menstruasi pada remaja perempuan, atau perubahan suara menjadi bass dan munculnya jakun pada remaja laki-laki.
Selain pubertas, remaja awal juga mengalami ketidakseimbangan perkembangan pada sistem sarafnya. Fungsi emosi yang berpusat di amygdala telah mencapai kapasitas optimalnya namun tak diiringi fungsi kognisi di prefrontal cortex yang terkait pengendalian diri (dan baru akan optimal saat memasuki tahap dewasa awal). Kondisi tersebut menyebabkan seorang remaja lebih mengedepankan emosi ketimbang nalarnya. Penjelasan menurut neurosains, amygdala mengirim lebih banyak proyeksi saraf ke korteks daripada yang diterimanya kembali, itulah yang membuat perasaan seseorang lebih mudah membajak pikirannya daripada pikiran mengatur perasaannya. (LeDoux & Armonny, 1999; Myers)
Pembatasan Fisik dan Sosial
Selama pandemi Covid-19, Remaja dan anak-anak adalah kelompok masyarakat yang sering terabaikan disebabkan efek virus yang bermanifestasi ringan pada kelompok ini. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ludvigsson, 2020, mengungkap fakta bahwa gangguan kesehatan mental terkait pembatasan fisik dan sosial justru meningkat signifikan di kelompok usia anak-anak dan remaja. Penyebab gangguan mental itu disebabkan oleh keterasingan dan kurangnya interaksi sosial sekaligus beban rutinitas sekolah. Data ini didukung oleh WHO (2019) yang menyebut remaja berpeluang terkena dampak stres dari penutupan sekolah, menjalani sekolah daring/sistem pembelajaran jarak jauh, isolasi mandiri di rumah, dan tidak bisa berkumpul dengan teman. Kurangnya kontak sosial selama pandemi membuat remaja mudah merasa bosan yang semakin memengaruhi kondisi emosionalnya.
Faktor internal (neuroendocrine) yang didukung oleh faktor eksternal (pandemi) ini menyebabkan remaja awal mudah merasa tertekan, teriritasi, uring-uringan, kesal, dan alami bad mood. Remaja butuh dukungan memadai dari lingkungan sekitarnya, terutama orang tua, sahabat, guru, dan sekolah untuk membantu mereka menjalani situasi dengan baik.
Yoga Untuk Remaja Awal
Yoga adalah satu bentuk dukungan yang mampu meregulasi emosi pada remaja. Sudah banyak penelitian ekstensif tentang manfaat kesehatan fisik, mental, dan emosional dari yoga beberapa dekade terakhir. Sebuah penelitian dari Innes, dkk (2017) membuktikan Yoga memberi manfaat kesehatan mental dengan menurunkan poros hipotalamus-hipofisis-adrenal dan respons sistem saraf simpatik terhadap stres, dan mengaktifkan saraf parasimpatis yang membalikkan modus tubuh flight or flight ke modus beristirahat. (Alyson, Ross., dkk, 2014).
Menurut Integris Health (2021), latihan yoga untuk remaja diprioritaskan untuk beberapa tema: (1) Mengelola stres (Stress Management), (2) Memperbaiki body image dan rasa percaya diri (Self Esteem & Body Image), (3) Meningkatkan konsentrasi dan daya ingat (Enhances Concentration and Memory), dan terakhir (4) Meningkatkan kesehatan secara menyeluruh (Physical Wellness).
Untuk mengatasi ketidakseimbangan emosi/bad mood pada remaja, latihan yoga yang disarankan adalah yang bersifat Calming dan bertujuan untuk mengelola stres. Latihan ini bertujuan untuk menurunkan efek stres, mengaktifkan saraf parasimpatis yang membawa tubuh ke modus beristirahat, dan meredakan sinyal pada sistem alarm otak (amygdala) hingga otak pengendalian diri (prefrontal cortex) kembali mengambil alih. Dengan kata lain, pikiran akan kembali menguasai perasaan.
Meredanya stres ditandai oleh tiga ciri fisik utama; yaitu otot yang berangsur rileks, jantung yang berdenyut pelan, dan napas yang dalam. Dalam kondisi rileks, otak melepas neurotransmitter GABA (Gamma Aminobutyric Acid ) untuk memperlahan aktivitas otak, meningkatkan ketenangan, dan memperdalam relaksasi.
Beberapa ini adalah beberapa teknik yang disarankan untuk menyeimbangkan emosi dan mengatasi bad mood:
- Latihan pernapasan (Pranayama) yang bersifat menenangkan seperti Full Yogic Breathing dan Anuloma Viloma. Latihan napas ini akan meredakan ketegangan dengan mengaktifkan saraf parasimpatis yang akan meredakan ketegangan pada tubuh dan pikiran.
- Postur yoga yang disarankan adalah yang berfokus pada kelenturan tulang punggung dan melancarkan aliran darah pada sistem saraf pusat, di antaranya seperti trikonasana (postur segitiga), bhujangasana (postur kobra), dhanurasana (postur busur), marichyasana (postur memuntir/marichi), matsyendrasana (postur memuntir/matsyendra), dan paschimottanasana (postur duduk menekuk ke depan). Lakukan juga postur restoratif seperti mudhasana (child pose), atau supta baddha konasana (supine bound angle pose) untuk menurunkan ketegangan dan meningkatkan kepasrahan.
- Relaksasi yoga adalah hal penting dalam sebuah sesi yoga yang akan mengkonsolidasi manfaat dari seluruh teknik yoga yang dilakukan dalam sesi latihan. Lakukan selama 5-10 menit dalam Savasana (postur mayat) di akhir sesi yoga. Dalam posisi berbaring, lakukan empat step mudah merelaksasi diri yaitu mengatur napas, melakukan body scanning dari puncak kepala ke kaki, memvisualisasi satu hal menenangkan, melakukan body scanning dari kaki ke puncak kepala. Sudahi sesi relaksasi dengan berbalik miring ke sisi kanan dan kembali duduk.
Penting untuk mengajari remaja awal teknik-teknik pernapasan, self relaxation, dan teknik afirmasi sebagai skill self help untuk menguasai diri. Penting juga melatih remaja awal untuk mengembangkan sikap mindful yang dipelajari dari latihan yoga untuk mampu menjauh dari situasi secara mental, seolah sedang menonton situasi itu dari jauh. Saat remaja mampu memerhatikan situasi secara pasif tanpa penghakiman dan dengan sabar, maka mereka akan terbantu lepas dari cengkeraman emosi negatif dalam situasi mendesak.
Berlatih Teratur
Remaja awal dengan segala kondisi internal-eksternal yang memengaruhi emosinya perlu lebih mempersiapkan diri agar siap menghadapi situasi sehari-hari. Mempersiapkan fisik dengan cukup tidur, cukup asupan nutrisi, cukup hidrasi adalah keharusan untuk mempertahankan fisik dan kemampuan fokusnya. Melakukan olahraga secara teratur juga penting demi menjaga kebugaran dan kesehatan fisik, khususnya di masa pandemi dengan semakin berkurangnya aktivitas fisik yang merugikan kesehatan.
Yoga bukanlah jenis olah tubuh kompetitif yang bisa dipertandingkan. Ia bisa jadi latihan komplementer yang melengkapi olahraga kompetitif lain yang tengah digemari oleh remaja awal (seperti basket, volley, berenang, bela diri, dan lain-lain). Latihan yoga bagi remaja lebih dimaksudkan sebagai latihan mengelola stres dan pengendalian diri yang penting untuk menjaga keseimbangan emosinya. Berlatih yoga secara teratur minimal 1-2 kali seminggu cukup efektif menjaga kesehatan fisik dan psikis remaja, menurunkan stres dan emosi negatif, membangun emosi positif, hingga menghindari bad mood.
( Oleh Pujiastuti Sindhu. Penulis adalah Mahasiswa Program Magister Psikologi Universitas Padjadjaran (Unpad), Majoring Psikologi Kesehatan. Pengajar Yoga dan Meditasi. Pendiri Yoga Leaf Indonesia )
DAFTAR PUSTAKA
Mukti, G. A., Pratomo, H., Elfiyani, N. K., Wahyuni, R. D., & Putri, S. W. (2020). Dampak sosial emosional remaja selama social distancing: literature review. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia (JIKI), 6(2), 121-128.
Myers, David. G, Dewall, C. Nathan. (2015). Psychology in Modules 11th Edition. Worth Publishers
Ningsih, S., Yandri, H., Sasferi, N., & Juliawati, D. (2020). An Analysis of Junior High School Students’ Learning Stress Levels during the COVID-19 Outbreak: Review of Gender Differences. Psychocentrum Review, 2(2), 69-76.
Reindl, D., Hamm, A., Lewis, R., & Gellar, L. (2020). Elementary student and teacher perceptions of a mindfulness and yoga-based program in school: A qualitative evaluation. EXPLORE, 16(2), 90-93.
Santrock, John W. (2019), Live-Span Development. New York: McGraw Hill Education.
Ullah, I., Razzaq, A., De Berardis, D., Ori, D., Adiukwu, F., & Shoib, S. (2021). Mental health problems in children & pandemic: Dangers lurking around the Corner and possible management. International Journal of Social Psychiatry, 0020764021992816.
https://integrisok.com/resources/on-your-health/2021/june/benefits-of-yoga-for-kids-and-teens
Leave a Reply