Kata orang, kalau jodoh tidak akan kemana-mana. Yang sudah jalannya akan dibukakan. Yang bukan jalannya akan tertutup. Selalu seperti itu.
Termasuk persoalan sepeda ini. Sudah dilupakan dan dialihkan ke banyak hal lainnya, eh balik lagi dengan berbagai modus dan skenarionya, sampai ada yang minjemin segala. Ini adalah konspirasi alam semesta, Sepeda B sampai disodorin begitu.
Sebelumnya saya mohon maaf tidak bisa menepati janji untuk membuat catatan harian selama bersepeda dengan Om Jon seperti dalam tulisan saya sebelumnya. Alasan pertama karena dalam waktu tersebut saya juga tengah menghadapi 3 event penting: memberikan training di Jogja, memberikan training di Bandung, event Yoga Gowes. Maksudnya, saya hanya bisa menulis dalam kondisi pikiran yang santai.
Alasan kedua karena cuaca yang sering hujan sehingga saya tidak bisa sering-sering gowes. Tapi saya selalu usahakan untuk bisa gowes bersama om Jon, walau tidak setiap hari. Foto terlampir.
Kesimpulan saya selama test ride ini, bersepeda itu mengasyikkan, baik dengan sepeda B atau sepeda non B. Rasanya sama saja! Sampai akhirnya saya kembali mengendarai sepeda lama saya yang ternyata jadi, ehm, kurang enakeun.
Berikut ini sekilas review tentang test ride sepeda B: Gir dalam 6 speed yang responsif (saya hampir tidak pernah menggunakan gir terendah), kayuhan yang lebih santai dan ringan bahkan saat nanjak, dan sensasi ngacir yang sebelumnya sempat saya ragukan mengingat roda 16inch yang akhirnya terjawab setelah di jalan bisa mengimbangi dan bahkan menyusul sepeda beroda 26-29inch. Sebenarnya soal ngebut ini memang bukan tujuan saya — karena saya goweser woles — tapi utk kenyamanan berkendara sehari-hari, menurut saya sepeda B sangat ideal.
Satu-satunya kelemahan bersepeda dengan sepeda B ini — selain harganya — ialah lebih banyak yg memperhatikan di jalan. Kelemahan, karena bagi saya yang punya prinsip keamanan “tidak terlihat itu jauh lebih baik” maka kejadian orang-orang yg sampai memutar leher demi untuk melihat saya (baca : sepeda) ini membuat tidak nyaman. Dan, o ya, juga rumah gir yang bahannya plastik nampak rapuh dan mudah patah/rusak.
Jangan kira selama menggunakan sepeda B pinjaman ini saya tidak gemes untuk segera membeli untuk pemakaian tanggal 27 dan selanjutnya (meminjam hanya sampai tanggal 26). Tapi saya jauh lebih penasaran dengan akan ada apa selanjutnya. Bahkan saat suami memberikan lampu hijau untuk memakai kartu kreditnya aka membelikan ( Catat! Bagi seseorang yg memberlakukan azas “Your hobby is your own expenses” pada istrinya, sungguh itu bukanlah hal yang mudah! Itu nyaris mukjizat! ).
Tapi saya memilih untuk menyelesaikan prosesnya satu persatu. Tidak perlu lah menambal kekosongan dengan langsung menutupnya dengan hal baru. Ini hanya membuatnya menjadi meaningless, tak bermakna. Biarlah nanti saya berpisah dulu secara baik2. Mungkin nanti saya akan menangis saat berpisah. Biarlah saya mengikuti prosesnya sampai selesai. Tuntaskan, lewati, baru lanjutkan.
Sampai akhirnya tiba hari itu pun tiba. Tanggal 26 November. Sepeda B paling cakep di dunia sudah dibersihkan dan diberi oli rantai. Siap dikembalikan.
Saya pun menghubungi om Agus Sp yang budiman, beliau menetapkan tempat lokasi bertemu, sambil menambahkan di akhir obrolan, ” Sebenarnya kalo masih mau pakai silahkan saja nte.
Seninnya saya ke luar kota lagi kok selama 10 hr😊 “.
“Halaah, om Agus kok begitu sih .. Wah? Beneran nih om? Adooh … so tempting!”. Salah tingkah pun mode on.
Artinya masih berlanjut ya? batin saya sambil tersenyum mengusap om Jon.
Singkat kata, hari ini tanggal 27 November, saya pun masih bersepeda dengan om Jon.
Akan berjodohkah nanti tante Ujie dan Om Jon?
Bisa ya, bisa tidak.
Apapun.
Saya hanya berharap untuk yang terbaik, karena Tuhan maha baik
Leave a Reply