Kesehatan mental sangatlah berharga, terutama di masa pandemi ini. Bagaimana tidak, pandemi Covid-19 yang belum pasti kapan akan berakhir tidak hanya menyebar virus penyakit tapi juga ‘virus’ kecemasan. Bisa jadi Anda–yang membaca artikel ini–sedang merasa takut terpapar virus, atau takut kehilangan anggota keluarga, cemas hilang pekerjaan, bahkan merasa paranoid saat melihat orang tidak bermasker, dan gelisah ketika tengah berada di kerumunan. Karena itulah kesehatan mental sangat penting, bukan saja demi menjaga kewarasan dan kejernihan berpikir, melainkan demi menjaga imunitas, karena kesehatan mental berkontribusi besar terhadap kesehatan fisik.
Menurut World Health Organization tahun 1948, kesehatan bukan sekadar tidak adanya penyakit. Sehat adalah kondisi kesehatan yang menyeluruh; meliputi fisik (bio), mental (psikis), dan sosial. Aspek biopsikososial ini saling memengaruhi satu dan lainya dan berpengaruh dalam menentukan kesehatan dan kualitas hidup seseorang. Sangat mungkin gangguan psikis mengganggu kesehatan fisik dan sosial seseorang. Misalnya, stress tinggi di pekerjaan membuat tekanan darah meningkat, rentan terkena hipertensi dan penyakit jantung, jadi lebih mudah tersinggung, sehingga memengaruhi hubungan sosialnya. Begitu juga sebaliknya, kondisi fisik seseorang akan memengaruhi kesehatan psikis dan sosialnya.
Gaya hidup sedentary (kurang gerak) di masa pandemi Covid-19 sebagai imbas dari work from home atau school from home menyebabkan beberapa gangguan pada kesehatan fisik. Anda mungkin mengalami kenaikan berat badan, ritme tidur dan bekerja yang tidak teratur, pegal lengan, siku, leher, bahu, punggung, dan pinggul akibat terlalu banyak duduk depan laptop. Perubahan aktivitas fisik ini tentu juga memengaruhi mood dan emosi Anda saat berinteraksi dengan orang lain. Untuk hidup lebih nyaman dan berkualitas, Anda perlu usaha untuk merawat kesehatan secara menyeluruh. Artikel ini menawarkan solusi itu lewat pendekatan Yoga.
Mental Health vs Stres
Kesehatan mental adalah kondisi kesejahteraan diri/well-being yang meliputi upaya pengelolaan stres keseharian yang bertujuan menjadi lebih produktif dalam bekerja serta berperan optimal di masyarakat (WHO, 2018). Ini menunjukkan bahwa untuk menjaga kondisi well-being, seseorang harus mampu mengelola stresnya tetap di tingkat yang rendah dan terkendali, tidak menumpuk atau memuncak.
Stres adalah sebuah pengalaman emosional yang diikuti oleh perubahan biochemical, fisiologis, kognitif, dan perilaku, yang diarahkan untuk mengubah peristiwa stres maupun mengakomodasi efeknya (Taylor, 2018). Secara sederhana, stres berarti “ingin berada di tempat berbeda” yang menciptakan konflik antar harap dan fakta. Penyebab stress atau stressor ada di mana-mana dalam berbagai bentuk stressful events. Dalam sebuah penelitian di Amerika Serikat, lima jenis stressor tertinggi di antaranya adalah uang, kondisi ekonomi, pekerjaan, kesehatan keluarga, dan tanggung jawab keluarga (American Psychological Association, 2008). Bercermin dari data itu, apa yang paling memicu stres selama pandemi? Apakah uang, ekonomi, pekerjaan, kesehatan? Atau tanggung jawab terhadap keluarga?
Meski sebenarnya stressor bukanlah penyebab utama seseorang mengalami stres, karena stres juga dipengaruhi oleh kondisi psikis seseorang saat menghadapi stressor. Apakah ia sedang dalam tingkat stres yang tinggi atau rendah? Kedua kondisi ini memberi efek berbeda saat seseorang menghadapi stres. Mungkin Anda pernah mengalami, dalam satu waktu Anda santai-santai saja saat menghadapi suatu stressor (misal saat menghadapi deadline pekerjaan atau kemacetan lalu lintas), tapi di saat lain Anda bereaksi kuat, misal marah dan memaki orang saat menghadapi stressor yang sama.
Stres tingkat tinggi tidak terjadi secara tiba-tiba. Dalam teori General Adaptation Syndrome dari Hans Selye (1956, 1976) stres terbagi dalam tiga tahap, yaitu tahap Alarm (peringatan), Resistant (bertahan), dan Exhaustion (kelelahan). Tahap Alarm adalah saat hormon adrenalin melonjak di aliran darah, meningkatkan energi dan mempersiapkan diri untuk “menghadapi atau lari” (fight or flight) saat menghadapi stressor. Fase Resistant adalah saat stres tidak teratasi sehingga hormon stres (kortisol) tetap tinggi seolah tubuh bersiap untuk menghadapi stress lebih tinggi lagi. Bila tahap ini terus berlanjut tanpa jeda maka akan membawa seseorang ke tahap stres berikutnya, yaitu tahap Exhaustion. Tahap stres akhir ini terjadi akibat akumulasi stres yang tak teratasi, menyebabkan terkurasnya energi tubuh, kelelahan mental, emosi meningkat, burn out, dan melemahnya sistem kekebalan tubuh yang membuat seseorang mudah terkena penyakit.
Tingkat Stres
Untuk mengetahui seberapa tinggi kadar stres Anda, yuk ikuti tes Perceived Stress Scale berikut ini. Untuk setiap soal, silakan jawab dengan perhitungan
0 = Tidak pernah
1 = Hampir tidak pernah
2 = Kadang-kadang
3 = Cukup sering
4 = Sangat sering.
- Dalam satu bulan terakhir, seberapa sering Anda merasa terusik karena satu hal yang tak terduga-duga?
- Dalam satu bulan terakhir, seberapa sering Anda merasa gugup dan tertekan?
- Dalam satu bulan terakhir, seberapa sering Anda menyadari bahwa Anda tidak dapat mengatasi semua hal yang seharusnya Anda lakukan?
- Dalam satu bulan terakhir, seberapa sering Anda marah atas hal-hal yang terjadi yang di luar kendali?
- Dalam satu bulan terakhir, seberapa sering Anda memikirkan hal-hal yang harus Anda capai?
- Dalam satu bulan terakhir, seberapa sering Anda merasa kesulitan-kesulitan menumpuk begitu tinggi sehingga Anda tidak bisa mengatasinya?
Bila skornya tinggi, mungkin Anda perlu mencoba cara-cara untuk menurunkan tingkat stres. Saat level stres turun, otak prefrontal cortex (yang berperan untuk kognitif, mengambil keputusan, dan mengendalikan diri) akan mengambil alih kendali dari amygdala (pusat emosi) (Myers, Dewal, 2015) dan membuat kita lebih tenang dan rileks saat menjalani hidup sehari-hari.
Yoga Sebagai Intervensi Stres
Ada berbagai cara untuk mengatasi stres, baik secara internal yang sesuai dengan tipe kepribadian dan daya tahan, maupun secara eksternal yang melibatkan sumber-sumber pendukung yang dimiliki (misal dukungan sosial atau finansial). Cara untuk mengintervensi stres pun kini makin banyak dan beragam, memberi banyak pilihan yang disesuaikan dengan selera dan kebutuhan.
Yoga merupakan satu cara/pilihan untuk menurunkan tingkat stres dan mengembalikan well-being. Untuk memahami cara kerja yoga dalam mengatasi stres, Anda harus paham fisiologi stres terlebih dulu. Dalam tahap stres awal (Tahap Alarm), stressor akan memicu reaksi pada saraf dan kelenjar hormon di jalur SAM (Sympathetic–Adrenomedullary) dan HPA (Hipotalamus–Pituitary–Adrenal Axis) yang akan melepaskan hormon adrenalin dan kortisol pada aliran darah dan meningkatkan energi tubuh yang siap untuk respons hadapi atau lari. Kondisi biologis ini diiringi dengan respons psikis berupa ritme pikir yang cepat, waspada, dan emosi meningkat (Taylor, 2018).
Praktik yoga menawarkan cara menurunkan stres dengan membalikkan fisiologi stres tersebut, yaitu dengan mengaktifkan sistem saraf tandingannya yakni saraf parasimpatis (Parasympathetic) yang akan mengendurkan gejala-gejala fisiologi stres dan mengembalikannya pada kondisi homeostasis/seimbang. Kondisi biologis ini pun akan diiringi dengan respons psikis yang khas berupa pikiran yang hening dan tenang, serta emosi yang tentram.
Secara sederhana, kegiatan yoga yang melibatkan rangkai latihan pernafasan (pranayama), latihan olah tubuh (asanas), latihan relaksasi (yoga nidra), dan latihan pemusatan perhatian (meditasi) adalah paket mindfulness practice yang lengkap yang memberi tubuh dan pikiran kesempatan untuk jeda sejenak dan merasakan relaksasi mendalam. Bila dilakukan secara rutin, yoga bisa jadi cara untuk merawat kesehatan sekaligus mengelola stres dan memelihara well-being.
Berlatih yoga di rumah saat pandemi adalah cara efektif dan hemat dalam merawat kesehatan mental. Anda bisa berlatih di dalam kamar kos, ruang apartemen, ruang kerja, atau ruang keluarga yang tidak terlalu luas dan cukup untuk menggelar matras yoga berukuran 70 x 175 cm. Anda bisa memulai yoga dengan sekuens latihan yang sudah Anda kenal cara melakukannya, atau dengan panduan instruksi yoga online yang bisa Anda akses di manapun lewat HP maupun laptop, di antaranya sesi berlatih yoga bersama penulis melalui link berikut: Yoga Ringan Selama Work From Home | Yoga Indonesia
Antisipasi Stres
Penulis meyakini bahwa cara mengatasi stres terbaik adalah dengan cara antisipatif/preventif/pencegahan terhadap stres. Ibarat kebakaran, akan lebih mudah mencegah daripada mengatasinya. Kenali daya tahan tubuh dan psikis Anda sendiri, termasuk pola stres yang pernah Anda alami selama ini. Anda harus mengerti batas ketahanan fisik dan psikis yang Anda miliki untuk tahu kapan harus menekan pedal gas dan kapan menginjak pedal rem. Contoh, Anda paham bahwa tubuh menunjukkan tanda-tanda penurunan imunitas (mulai pilek) setelah 3 hari berturut-turut Anda skip makan pagi atau tidur terlalu malam, atau Anda paham bahwa beberapa hari menjelang menstruasi (untuk wanita) Anda akan alami peningkatan emosi. Tindak preventif yang bisa dilakukan adalah tidak skip makan pagi, tentukan batas waktu begadang, dan lakukan latihan yoga dan meditasi jelang mens untuk mengelola emosi.
Sedikit stres itu sebenarnya baik, karena stress memicu peningkatan potensi ketangguhan dan resiliensi diri, namun stres yang tidak dikelola dan sedikit demi sedikit lama lama jadi bukit akan mengganggu kesehatan dan kenyamanan hidup. Mengenali diri dengan baik, melakukan tindakan preventif untuk mencegah stres, atau melakukan tindak preventif-interventif lewat yoga, bisa jadi pegangan untuk merawat kesehatan mental sehari-hari dalam kondisi apa pun, termasuk saat menjalani pandemi ini.
Penulis: Pujiastuti Sindhu ( Mahasiswa Magister Psikologi Universitas Padjadjaran (Unpad), Majoring Psikologi Kesehatan. Pengajar Yoga dan Meditasi. Pendiri Yoga Leaf Indonesia).
Daftar Pustaka
Abdin, S., Welch, R. K., Byron-Daniel, J., & Meyrick, J. (2018). The effectiveness of physical activity interventions in improving well-being across office-based workplace settings: a systematic review. Public Health, 160, 70-76.
Chinta, R., Corner, P., Gudi, A., Hufnagel, J. A. M., Pavlovich, K., Peticca-Harris, A., … & Spraul, K. S. (2019, July). Yoga and Subjective Well-Being at Work. In Academy of Management Proceedings (Vol. 2019, No. 1, p. 12024). Briarcliff Manor, NY 10510: Academy of Management.
Chong, C. S., Tsunaka, M., & Chan, E. P. (2011). Effects of yoga on stress management in healthy adults: a systematic review. Alternative therapies in health and medicine, 17(1), 32.
Huang, Y., & Zhao, N. (2020). Generalized anxiety disorder, depressive symptoms and sleep quality during COVID-19 outbreak in China: a web-based cross-sectional survey. Psychiatry research, 288, 112954.
Khan, M. F., Jain, J., Gupta, R., & Gaur, K. Effect of Yoga on Anxiety: An Interventional study. life, 1, 2.
Myers, Dewall (2015). Psychology in Modules, Eleventh Edition. New York: Worth Publishers
Ogden, Jane (2012). Health Psychology: A Textbook. New York: McGraw Hill
Taylor, S.E. (2018). Health Psychology, 10th Edition. New York: McGraw Hill Education
Leave a Reply