Syarat utama solo traveling adalah anda tidak boleh lengah barang sedikit pun. Kalo lengah, ya nyasar. Minimal begitu.
Ini sangat berbeda dengan tur dipandu travel agent. Anda tinggal duduk manis mendengarkan cerita tur guide tentang lokasi yang dikunjungi dan diajak ke destinasi wisata untuk foto2 dan belanja. Serba nyaman, serba aman, tapi seringkali membuat tidak waspada dengan lingkungan, engga hapal jalan, dan kurang interaksi dengan warga lokal.

Keunikan Solo Traveling
Bila anda mengutamakan keamanan, kenyamanan dan keteraturan, disarankan bepergian dalam kelompok atau dengan travel agent. Tapi menurut saya, sesekali bepergian sendirian – solo traveling – sangatlah menarik. Ini beberapa alasannya:
- Bepergian sendirian artinya berpetualang. Membuat anda sangat waspada – full awareness – pada lingkungan. Ke 5 indera ( bahkan juga yg ke 6, intuisi ) akan bangkit. Anda akan berusaha mengerti tempat yang dikunjungi, akan sungguh2 belajar membaca peta, dan engga akan berani ketiduran . Anda akan mengalami setiap momen secara penuh dan “hidup”, karena merasa menjadi bagian dari segala hal yg ada di situ.
- Karena pergi sendirian, anda akan mengeluarkan sisi terbaik dari diri anda. Anda akan meminimalkan drama2 ( bete2 ) yg suka bikin rusak perjalanan. Anda lebih antusias dan serba mempersiapkan. Anda juga akan lebih gembira bertemu orang dan senang membaur dengan orang2 lokal.
Seru kan?
Lebih seru lagi, dalam perjalanan kali ini saya membawa serta sepeda lipat saya, si neng grinti, karena Copenhagen adalah The Most Friendly City untuk bersepeda ( setelahnya, Amsterdam dan Utrecht di Belanda ). Menjelajah kota dan alam dengan sepeda juga akan menambah kenikmatan saat berpetualang. Dan tentu saja, menambah level keren beberapa derajat 😂😂
Pastikan anda membawa basic kit utk bersepeda ( cadangan ban dalam, tool kit, hand pump ) dan perlengkapan keamanan bersepeda ( helm, sarung tangan, lampu sepeda ).

Persilangan Takdir
Siapa bilang pergi sendirian artinya engga akan ketemu siapa2 di perjalanan? Pengalaman saya beberapa kali bepergian dalam grup atau seorang diri sebenarnya sama aja rame2nya. Bedanya, kalo dalam grup rame2nya bareng temen dari kota/negara sendiri. Kalo sendirian, teman2mu adalah semua yang juga sedang dalam perjalanannya. Menarik bukan? Persilangan takdir sangat jelas terasa.
Kali ini saya kebanyakan bertemu dengan orang2 Indonesia juga. Saya sampai berpikir, “Orang Indonesia ini ternyata banyak juga ya di sini”. Walau ternyata engga juga, krn beberapa dari mereka mengaku baru kali itu ketemu orang Indonesia di sana. Diantaranya:
Mas Sulaiman
Berasal dari Madura, pengantin baru yang pulang kampung karena menikah. Bertemu di bandara Abu Dhabi saat transit menunggu pesawat sambungan ke Copenhagen. Sudah 5 tahun bekerja di kapal pesiar yang menurutnya seperti “Mall yang mengapung di atas lautan”.
Bli Putu
Pemuda Bali yang baru pertama kali ke Eropa utk bekerja. Masih muda dan sangat nervous. Ketemu Mas Sulaiman dan saya kayak ketemu sodaranya, bahagia banget. Nah, begitulah solo traveling. Kita saling membutuhkan. Coba rame2 dalam grup, pasti ga peduli sama yg lain.

Mbak Ely & Mas Ikhsan
Pasangan suami istri yang ternyata adik kelas di SMAN 2 Bandung, bertemu saat makan pagi di hotel tempat menginap di hari pertama di Copenhagen. Mas Ikhsan Kerja di Abu Dhabi, sedang cuti libur beberapa minggu dan mengajak istrinya untuk mengunjungi negara2 Skandinavia.

Bapak-Bapak Perusahaan Migas
Di tujuan, saya bertemu dengan suami dan klien2nya dari perusahaan migas nasional plus tur guidenya. Menarik bisa mengenal satu persatu lewat mendengarkan cerita2 diantara makan malam tentang minat dan juga idealisme masing2.

Kak Sri
Asal Jawa Tengah, sudah 20 tahun tinggal di Oslo, bekerja sbg kasir di supermarket. Saat itu saya sedang membeli sesuatu di tokonya, tiba2 ada yang bertanya dalam bahasa Indonesia, “Mbak nya orang mana?” Gembira banget dia ketemu saya dan begitu pun saya ketemu dia ( nah, mana pernah kayak gitu di tanah air?). Sayang nih engga difoto karena takut ditegur sama managernya krn saat itu antrian yang bayar lagi panjang.
Interaksi Dengan Warga Lokal
Tentu saja, saat solo traveling anda juga akan banyak berinteraksi dengan warga lokal. Itu membuat kota, dan orang2 lokal menjadi destinasi utama anda. Anda takkan peduli lagi utk datang ke objek wisata atau ke tempat belanja. Artinya, anda bisa lebih hemat.

Hidup Dengan Semangat Traveling
Itulah menariknya solo traveling. Membuat saya berpikir, bukankah seharusnya memang seperti itu menjalani hidup sehari-hari? Bukankah kita di dunia ini pun sejatinya adalah para solo traveler? Datang sendirian, singgah sebentar, ketemu orang2, lalu pergi lagi? Membuat kita lebih tertarik untuk mengumpulkan kenangan dan momen, daripada sekedar benda-benda.
Betapa menariknya kalo bisa menjalani hidup sehari2 dengan semangat traveling. Dengan segenap antusiasme itu, seneng ketemu orang itu, kembali menjadi dirimu yang 100 persen, dan menjadikan setiap momen berharga seolah baru kali itu mengalaminya.

Mungkin ini juga yang jadi alasan kenapa bule2 itu, atau anda, atau pun saya, keranjingan traveling. Sebagai traveler (musafir) dan bukan tourist (pelancong). Karena dalam perjalanan, kita akan menemukan diri kita kembali baru. Untuk kembali pulang dengan semangat baru.
Saat ini saya sudah kembali di rumah. Bersama suami dan melepas rindu pada anak-anak. Siap untuk melanjutkan petualangan baru ( antar jemput sekolah, mengajar kelas, menulis, dll) dengan semangat baru. Di sini!
( Autumn – August 2018 )

…………………..
Anda suka artikel semacam ini? Bila ya, silakan taruh komen di bawah, mari berbagi pikiran.